Minggu, 22 Juni 2014 0 komentar
M. Natsir : Inklusifisme dan Persatuan

Sejarah pembentukan Negara Indonesia mencatatkan berbagai macam warna dalam perjuangan nya. Salah satu corak yang mewarnai pembentukan sejarah perjalanan bangsa Indonesia adalah pemikiran dan Ideologi. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia merupakan salah satu penyumbang kontribusi dalam sejarah pembentukan Negara Indonesia. M. Natsir (1908-1993), salah seorang tokoh intelektual muslim yang memberikan warnah dalam sejarah pembentukan dan perjuangan bangsa Indonesia. Sejak pelajar, ia telah menuliskan berbagai pemikirannya dalam berbagai hal, antara lain politik, filsafat, budaya, pendidikan, dan agama. Salah satu pemikiran Natsir yang terkenal adalah penjelasan mengenai hubungan Agama dan Negara. Keseluruhan pemikirannya tidak pernah lepas dari masalah agama sebagai inspirasi utama dalam nilai kehidupam Akan tetapi keterkaitan seluruh pemikiran Natsir dengan masalah agama tidak lantas menjadi pemikirannya menjadi konservatif. Justru keseluruhan pemikiran Natsir yang tidak pernah lepas dari masalah agama menunjukkan kemajuan pemikirannya. Beliau meletakkan porsi yang tepat untuk membicarakan realitas dan nilai-nilai keaagamaan. Buah pemikirannya menitikberatkan pada substansi nilai keagamaan sehingga nilai-nilai agama yang universal dapat diterima dan mengesankan inklusifisme.
            Menurut Natsir, agama (baca: Islam) merupakan bagian  yang tak dapat dipisahkan dari negara. Natsir beranggapan bahwa urusan Negara, merupakan bagian integral dari risalah agama. Beliau juga mengatakan, bahwa kaum muslimin mempunyai falsafah hidup atau idiologi seperti kalangan Kristen, fasis, atau Komunis. Salah satu dasarr pijakan pemikirannya adalah nas Alquran yang dianggap sebagai dasar ideologi Islam (yang artinya), “Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku.” (51: 56). Bertitik tolak dari dasar tersebut, ia berkesimpulan bahwa cita-cita hidup seorang manusia di dunia ini hanyalah untuk menjadi hamba Allah agar mencapai kejayaan dunia dan akhirat kelak.[1]
            Predikat “hamba Allah” tersebut tidak serta merta melekat tanpa konsekuensi apapun. Ada konsekuensi dan aturan yang Allah Allah berikan kepada manusia. “Aturan atau cara kita berlaku berhubungan dengan Tuhan yang menjadikan kita dan cara kita yang berlaku berhubungan dengan sesama manusia. Di antara aturan-aturan dan cara kita yang berlaku berhubungan dengan sesama manusia. Di antara aturan-aturan yang berhubungan dengan muamalah sesama makhluk itu, ada diberikan garis-garis besarnya seseorang terhadap masyarakat, dan hak serta kewajiban masyarakat terhadap diri seseorang. Yang akhir ini tak lebih-tak kurang, ialah yang dinamakan orang sekarang dengan urusan kenegaraan.”[1]
            Ada banyak pandangan keliru mengenai hubungan Islam dan Negara sehingga membuat banyak orang antipati berkenaan meleburnya nilai keaagamaan dalam Negara. Menurut Natsir, jika ingin memahami hubungan nilai keagamaan dan Negara. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menghapus stigma dan gambaran keliru tentang Negara islam yang bercampur dalam sejarah kekhalifahan muslim pada masa lalu. Pada dasarnya Islam tidak pernah bersatu dengan negara sebagaimana diduga beberapa kalangan. Dengan logika seperti ini, Natsir menilai bahwa sikap mendukung terhadap gagasan pemisahan agama dari negara tidak tepat. Kata Natsir lebih lanjut, “Maka sekarang, kalau ada pemerintahan yang zalim yang bobrok seperti yang ada di Turki di zaman Bani Usman itu, bukanlah yang demikian itu, yang kita jadikan contoh bila kita berkata, bahwa agama dan negara haruslah bersatu. Pemerintahan yang semacam itu tidaklah akan dapat diperbaiki dengan “memisahkan agama” daripadanya seperti dikatakan Ir. Soekarno, sebab memang agama, sudah lama terpisah dari negara yang semacam itu.” [2]
            Natsir menegaskan bahwa negara bukanlah tujuan akhir Islam melainkan hanya alat merealisasikan nilai-nilai universal Islam yang terdapat dalam Alquran dan sunah. Semua nilai-nilai Islam itu, menyebutkan di antaranya kewajiban belajar, kewajiban zakat, pemberantasan kemiskinan, kebebasan, keadilan , dan kesejahteraan masyarakat, tidak ada artinya manakala tidak ada negara. Negara merupakan alat untuk mencapai tujuan “kesempurnaan berlakunya nilai-nilai ilahi, baik yang berkenaan dengan kehidupan manusia sendiri (sebagai individu) ataupun sebagai anggota masyarakat.” [3]
Di lain pihak ia sendiri secara sadar mengutip konsep tradisional, bahwa tidak ada ijma tentang persatuan agama dengan negara. Secara implisit dalam hal ini memang tidak ada pernyataan yang tegas oleh teks keagamaan mengenai penyatuan agama dan Negara. Akan tetapi Negara sebagai instrument untuk mewujudkan kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan tidak dapat dilepaskan dari nilai keagamaan sebagai inspirasi.
Kemudian, menyinggung soal penamaan negara, Natsir tidak bersikeras menamakannya “Chalifah”: “Titel Chalifah bukan menjadi syarat mutlak dalam pemerintahan Islam, bukan conditio sine quo non. Cuma saja yang menjadi kepala negara yang diberi kekuasaan itu sanggup bertindak bijaksana dan nilai-nilai Islam berjalan dengan semestinya dalam susunan kenegaraan baik dalam kaedah maupun dalam praktik.” [4]
Yang menjadi syarat untuk menjadi kepala negara Islam adalah, “Agamanya, sifat dan tabiatnya, akhlak dan kecakapannya untuk memegang kekuasaan yang diberikan kepadanya, jadi bukanlah bangsa dan keturunannya ataupun semata-mata inteleknya saja.”[5]
Inklusifisme Natsir juga ditunjukkan dengan penerimaan yang terbuka terhadap gagasan baru. Ia tidak serta merta menuduh setiap gagasan yang baru yang tidak lahir dari komunitas Muslim sebagai gagasan yang salah dan tidak bisa diterima. Keterbukaannya ini ditunjukkan terhadap penerimaan terhadap nilai demokrasi dan pancasila sebagai dasar Negara. Natsir menganggap bahwa tidak ada pertentangan antara pancasila dan islam. Secara substansi, ia menilai terdapat kesesuaian antara pancasila dan islam serta nilai kebaikan universal. Sehingga ia tidak secara egois memaksakan dasar Negara adalah islam. Dalam hal ini ia menitik-beratkan terhadap substansi dan persatuan dalam membangun Negara. Sehingga ia paham betul terhadap toleransi antar golongan dalam pembangunan negara
Terhadap pemimpin negara, umat mempunyai kewajiban patuh terhadapnya selama ia benar dalam menjalankan kekuasaannya. Bila menyimpang, umat berhak melakukan koreksi atau mengingkari penguasa negara. Dalam masalah ini, Islam menekankan kewajiban musyawarah tentang hak dan kewajiban antara penguasa dan yang dikuasai. Prinsip tersebut sejalan dengan apa yang kita kenal dengan demokrasi.
Natsir mengakui demokrasi itu baik, demokrasi merupakan sistem yang fleksibel dan mengakui ketidaksempurnaannya dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan koreksi terhadapnya. Oleh karena itu, beliau berpandangan bahwa masyarakat harus ikut mengisinya dengan spirit dan nilai kebaikan. Dengan inklusifisme dan keterbukaan semacam itu, Natsir tidak canggung dalam membela Pancasila sebagai dasar Negara. Natsir mengatakan, dengan tegas Indonesia menyatakan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa jadi tiang pertama dari Pancasila, kaidah yang kelima, yang dianut sebagai dasar ruhani, dasar akhlak dan susila oleh negara dan bangsa Indonesia
Keterbukaan dan inklusifisme Natsir adalah hal yang membahagiakan dalam pembangunan peradaban modern ini. Nilai-nilai keagamaan bukanlah nilai yang kaku terhadap gagasan baru sepanjang tidak bertentangan dengan nilai keagamaan tersebut. Inklusifisme mutlak diperlukan dalam rangka mengakomodir keragaman Indonesia menuju kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan. Nilai-nilai keagamaan adalah nilai yang mutlak ada dan harus dipelihara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi catatan penting yang perlu kita pahami lebih dalam adalah persatuan merupakan hal yang mutlak dalam pembangunan Negara. Sehingga setiap golongan masyarakat harus menjauhkan egoism golongan dan bersatu pada nilai-nilai kebaikan universal, yaitu kebebasan, keadilan, dan kesejahteraan.

Referensi :
[1] M. Natsir, Capita Selecta 1, Hal 436
[2] M. Natsir, Capita Selecta 1, Hal 440
[3] M. Natsir, Capita Selecta 1, Hal 442
[4] M. Natsir, Capita Selecta 1, Hal 443
[5] M. Natsir, Capita Selecta 1, Hal 446
Sabtu, 03 Agustus 2013 0 komentar

Cawalkot dan Kontrak Sosial

Bogorplus.com - Koordinator BEM Se-Bogor, Muh. Firmansyah angkat bicara mengenai agenda Pilwalkot yang mendekati hari-hari penting. Ditemui dalam acara pengundian nomor urut pasangan calon walikota dan wakil walikota di Brajamustika Hotel and Convention Center, Selasa (23/07/13), menurutnya, pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Bogor sudah seharusnya berkomitmen penuh untuk membangun Kota Bogor dan menyelenggarakan Pilwalkot yang berkualitas. 
        Menurut Firmansyah, dua pilar dalam peradaban politik kita adalah partai politik dan pemilu. Mereka yang mencalonkan diri sebagai pasangan walikota dan wakil walikota merupakan baik dari pasangan perorangan maupun koalisi Parpol seharusnya menjunjung tinggi integritas dalam berkompetisi. Tidak ada lagi black campaign, money politic, maupun tindak kecurangan yang dilakukan selama proses Pilwakot ini. Karena itu seharusnya semua elemen terutama mereka yang berkompetisi dalam Pilwalkot harus menjaga penuh kualitas pilwalkot ini. 
         Pilwalkot ini bukan hanya milik sekelompok golongan semata, tapi milik semua elemen masyarakat di Kota Bogor. Masyarakat juga harus terlibat dalam pengawasan Pilwalkot ini agar jalannya pilwalkot menjadi berkualitas. "Selain itu, pasangan calon walikota dan wakil walikota wajib menandatangani kontrak sosial dari elemen masyarakat, baik itu dari mahasiswa atau elemen masyarakat yang lain. 
       Keberanian mereka menandatangani kontrak sosial dari elemen masyarakat menandakan kesiapan mereka untuk memimpin Kota Bogor," paparnya. 
       Setiap warga tentu berharap pembangunan Kota Bogor menjadi lebih baik, menjunjung tinggi nilai kearifan lokal, dan mengutamakan kepentingan rakyat. Sehingga setiap warga Bogor harus menganggap penting momentum Pilwalkot ini. Semoga pemimpin yang akan memimpin Kota Bogor adalah pemimpin yang kuat dan amanah.
0 komentar

Wujudkan Pemilu Cerdas

Release BEM Se-Bogor


Pres Realise BEM Se-Bogor
Tangal    : 13 Februari 2013
Tempat   : Tugu Kujang
Kegiatan : Aksi “Cerdas Pemilu Gubernur” 

        Keunggulan "Golput" pada Pilkada Jawa Barat untuk Pemilihan Gubernur tahun ini tidak boleh berulang. Jumlah warga yang tak menggunakan hak pilih pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2008 mencapai 9.130.604 suara, melebihi perolehan masing-masing ketiga pasangan peserta Pilgub. Angka golput mengalahkan perolehan suara Gubernur Jabar Terpilih yang meraih 7.287.647 suara (40,50 persen). Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT ) terkoreksi jumlah pemilih Pilkada Jabar sebanyak 27.933.259, dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 18.802.665 orang. Dari jumlah itu suara sah sebanyak 17.996.105 suara dan suara tidak sah 806.560 suara. Sedangkan untuk Pemilihan Gubernur pada tahun 2013 ini jumlah pemilih diperkirakan mencapai 33 juta. Kenyataan ini sungguh ironi, mengingat negara kita adalah negara yang menganut demokrasi dimana setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk menentukan perubahan yang ada di perubahan. (sumber : KPU Prov. Jabar) Pemilihan Gubernur Jawa Barat kali ini, telah memasuki masa-masa kampanye dan sedang menanti detik-detik menuju hari pemungutan suara yang akan dilaksanakan pada hari Minggu (24/2). Beberapa upaya telah dan akan dilakukan oleh kelima pasangan calon yang berkompetisi untuk menarik hati masyarakat dengan visi-misi dan program kerja mereka untuk Jawa Barat. Agaknya masa dua minggu kampanye memang tidak cukup bagi kita untuk menilai kelayakan mereka untuk menjadi pemimpin Jawa Barat selama periode lima tahun kedepan. Dilain hal, Masyarakat Jawa Barat belum semuanya merasakan atmosfer menjelang Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013. Masih banyak dari kalangan masyarakat kita yang tidak mengerti siapa saja pasangan calon yang ada pada pemilihan gubernur nanti. Sebagian lagi masih belum mengetahui apakah akan menggunakan hak pilihnya atau tidak. Jika melihat angka golput yang bergulir pada Pemilihan Gubernur pada periode yang lalu, agaknya presentase angka golput tidak akan jauh dari 30%. Dalam rangka mengambil peranannya dalam setiap proses perubahan yang terjadi di negeri ini, maka Aliansi BEM Se-Bogor menggelar kegiatan Aksi Sosialisasi “Cerdas Pilgub Jabar 2013”. Aksi ini diadakan pada hari Rabu (13/2), bertempat di Tugu Kujang. Pelaksanaan Aksi dimulai pada pukul 14.30 hingga pukul 15.30. Massa Aksi dihadiri oleh beberapa kampus yang tergabung dalam BEM Se-Bogor, diantaranya adalah BEM KM IPB, BEM Diploma IPB, BEM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Kesatuan, BEM Akademi Kimia Analis (AKA), BEM Akademi Telekomunikasi, BEM Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, BEM Universitas Juanda, BEM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pandu Madania. Kegiatan ini berlangsung dengan beberapa konten kegiatan, yaitu penyebaran leaflet sosialisasi Pilgub, Orasi dari masing-masing perwakilan Perguruan Tinggi, dan Membentangkan Poster Ajakan Menggunakan Hak Pilih. Dalam Orasinya, coordinator BEM Se-Bogor mengajak masyarakat untuk memerangi kemungkinan money politic dan Golput. Jumlah keseluruhan masa aksi yang hadir pada kegiatan ini adalah 25 orang. Beberapa media massa juga hadir meliput kegiatan ini, diantaranya Radar Bogor, Bogor plus, dan Jurnal Bogor. Dalam Pelaksanaannya Aksi ini berjalan dengan tertib sesuai dengan yang direncanakan. Hidup Mahasiswa ! 

Koordinator BEM Se-Bogor CP : Muh Firmansyah (085717284812) | @m_firmansy
0 komentar

Cawalkot Harus Jalankan Pemilu Bersih


Bogorplus.com – Konsolidasi Masyarakat, Mahasiswa dan Pemuda Se-Bogor (KOMMPAS) yang terdiri dari mahasiswa, pemuda, dan masyarakat menggelar aksi di depan Braja Mustika Hotel dan Convention Centre, Selasa (23/5/2013). 
Puluhan mahasiswa yang tergabung terdiri dari aktivis KAMMI Daerah Bogor, Mahasiswa IPB, Tazkia, AKA Bogor dan UIKA mendesak pasangan calon walikota dan wakil walikota untuk menandatangani pakta integritas dari mahasiswa. 
Pakta integritas tersebut dicetak dalam sehelai poster berukuran 200 cm x 100 cm dengan latar berwarna putih. Isi pakta integritas itu, sebagai berikut. “Kami, Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota beserta tim kami, SIAP dan BERSEDIA untuk melaksanakan Pilwalkot Bogor yang bersih dan menjunjung tinggi norma agama, nilai luhur budaya sunda, dan aturan yang berlaku. Apabila kami terbukti melakukan pelanggaran aturan pemilu, berbuat amoral dan/atau terlibat pelanggaran hukum. Maka kami SIAP untuk MUNDUR dari pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Bogor dan siap diproses sesuai hukum yang berlaku, selain itu kami juga SIAP dan bersedia untuk menandatangani kontrak politik dari mahasiswa ataupun elemen lainnya.” 
Menurut ilham, koordinator aksi tersebut, tujuan mereka adalah untuk mengikat para pasangan calon dengan kontrak politik. 
Aksi riuh, dikarenakan aparat kepolisian tidak mengizinkan mahasiswa untuk masuk ke dalam gedung. Aparat kepolisian menghadang mahasiswa di depan Braja Mustika Hotel dan Convention Centre. Aparat merampas paksa poster yang berisi pakta integritas dari tangan mahasiswa yang mencoba merangsek masuk. 
Perwakilan mahasiswa, Iqbal Nurul Haq, yang juga ketua umum KAMMI Daerah Bogor, menyesalkan tindakan aparat yang tidak bersahabat dengan gerakan mahasiswa. Ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum di Kota bogor. 
Menurut Firmansyah, Koordinator BEM Se-Bogor, seharusnya aparat kepolisian memberikan ruang bagi kebebasan berpendapat di muka umum. Aparat kepolisian tidak seharusnya bertindak represif dan menarik paksa para demonstran serta merampas poster “pakta integritas”. 
Hingga, detik akhir menjelang berbuka puasa, massa aksi tidak berhasil mendapatkan tanda tangan dari kelima pasangan calon walikota dan wakil walikota. Aparat kepolisian akhirnya membubarkan paksa demonstran yang masih bertahan hingga menjelang Maghrib.
0 komentar

Alasan Pemerintah Menaikkan Harga BBM Adalah Kebohongan


Bogorplus.com - Lagi-lagi masyarakat dikejutkan oleh rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Terhitung pada tanggal 17 Juni kebijakan ini akan diputuskan oleh pemerintah apakah BBM akan naik atau tidak. 
       Koordinator BEM Se-Bogor, Muh. Firmansyah angkat bicara. Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM pada dasarnya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, hal wajar karena BBM merupakan memiliki posisi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Rencana kenaikan harga BBM ini mengacu pada subsidi harga BBM yang dianggap melampaui dari besaran APBN yang sudah direncanakan. 
Menurut Firmansyah, pemerintah berdalih, jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jebol dikarenakan subsidi BBM yang melonjak tinggi. Hal ini adalah satu kebohongan besar yang dibuat oleh pemerintah. APBN negara jebol bukan karena menyoal subsidi BBM, seolah-olah subsidi BBM membebani APBN. 
        Padahal yang memberikan beban terbesar bagi APBN adalah belanja pegawai (Anggaran Perjalanan Dinas, Birokrasi, dan Gaji). Ditambah lagi penyerapan pajak yang rendah menjadi titik kritis dimana APBN kita jebol. 
         Dalam pandangan Makro Ekonomi, lanjutnya, maka sudah tentu kebijakan menaikkan harga BBM ini adalah langkah tepat yang harus di lakukan oleh pemerintah. Apalagi memperhatikan cadangan minyak dunia yang mengalami kelangkaan. Ditambah lagi alasan kenaikan BBM adalah subsidi yang tidak tepat sasaran. Akan tetapi, titik permasalahannya bukan pada poin kenaikan BBM adalah keharusan. 
         "Namun kita harus juga paham bahwa setiap kenaikan harga BBM akan menimbulkan efek yang besar bagi masyarakat seperti kenaikan harga bahan pokok, kenaikan biaya produksi, dan bertambahnya pengangguran. Bagi UKM kecil, kenaikan harga BBM akan berdampak pada biaya produksi sehingga mereka harus memangkas biaya produksi yang biasanya dilakukan dengan mengurangi jumlah pekerja dari sisi kebijakan, kebijakan ini tidak akan memberikan dampak positif yang berarti bagi ketahanan energi Nasional kita," paparnya. 
         Firmansyah menambahkan, seharusnya kebijakan yang dikelola adalah penataan pengelolaan sumber Energi Nasional sehingga BBM ini tidak liberal dan mengikuti harga minyak dunia. Seharusnya ada langkah real dari pemerintah untuk membangun Energi alternative atau penyediaan energy Nasional. Apalagi BLSM yang dikucurkan untuk masyarakat tidak akan pernah bisa sebanding dengan subsidi yang diberikan pada rakyat. 
        "Oleh karena itu, kami Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Bogor menyatakan sikap menolak kebijakan instan dengan menaikkan harga BBM karena memberikan beban kesengsaraan tambahan pada rakyat. Menggunakan dalih jebolnya APBN dan subsidi tak tepat sasaran sebagai alasan menaikkan harga BBM adalah sebuah kebohongan publik. Menuntut Pemerintah memperbaiki kebijakan pengelolaan energy dan penyediaan energy alternative (Keppres no. 5 tahun 2006). Menuntut Pemerintah untuk mengembangkan kebijakan transportasi public secara menyeluruh sehingga ketergantungan terhadap BBM karena kendaraan pribadi berkurang," pungkasnya.
0 komentar

Bersama BEM Se-Bogor Hadiahi Komisi A Maket Tugu Kujang


Bogorplus.com - Puluhan orang dari aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor kembali menggelar aksi unjuk rasa di halaman Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Bogor,Jalan Kapten Muslihat, Bogor. Dimana sebelumnya, para mahasiswa sempat melakukan aksi di Bunderan Tugu Kujang dan Halaman Balai kota, pada Selasa (30/4/13). 
Mahasiswa menuntut DPRD Kota Bogor untuk menghentikan sementara (moratorium) segala bentuk pembangunan dan perizinan bangunan. 
Dalam aksinya, massa BEM Se-Bogor melakukan orasi yang mempertanyakan mengapa pemberian izin bangunan menjadi terkesan diobral oleh Walikota? Pasalnya dalam LKPJ Walikota terbarunya, disebutkan bahwa ada 3380 izin pendirian bangunan fisik dalam waktu satu tahun dan menghasilkan PAD sebesar 180 Miliar. 
"Masih segar dalam ingatan kita tentang skandal pembangunan Hotel Amaroossa, IMB pembangunan restoran Mc Donald yang bermasalah, Lotte Mart yang tidak memikirkan aspek lingkungan. Dari rentetan kasus tersebut, Pemkot tidak mempertimbangkan proses alur dan SOP dalam menerbitkan sebuah izin pendirian bangunan," ujar Korlap Muh Firmansyah di hadapan puluhan masa aksi. 
Firman menambahkan, dalam Peraturan Menteri PU No 24 Tahun 2007, sambungnya, terdapat serangkaian proses panjang dalam mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), diantaranya kelengkapan administratif, dokumen rencana teknis, penelitian kebenaran rencana teknis dan pengkajian oleh tim ahli bangunan gedung. 
"Kami memandang, muncul sebuah indikasi adanya praktek main mata dalam tanda kutip antara pemerintah dan para pengusaha dan yang paling mungkin adalah terjadinya kasus suap mengenai izin pembangunan," jelas Firman. 
Firman menegaskan, BEM Se-Bogor menyatakan sikap menuntut anggota dewan untuk menghentikan sementara atau moratorium perizinan bangunan besar di Kota Bogor. 
"Semoga tuntutan kami ini dapat mengembalikan kerinduan masyarakat Kota Bogor akan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek-praktek kotor," pungkasnya. 
Dalam aksinya juga, massa BEM Se-Bogor sempat melakukan aksi dorong-dorongan dengan petugas Satpol PP, saat mereka memaksa masuk kedalam gedung DPRD untuk menemui anggota dewan yang tidak juga muncul. 
Akhirnya, puluhan mahasiswa ini diterima oleh Ketua Komisi A, Atmaja dan Usmar Hariman. Kepada mahasiswa Usmar mengatakan, pada Paripurna besok akan disampaikan kepada Walikota dan akan ditindak lanjuti oleh DPRD. Usai diterima, para mahasiswa memberikan cinderamata kepada dua Anggota Komisi A ini berupa maket Hotel Amaroossa, yang atasnya terdapat tugu Kujang.
0 komentar

Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM bersama BEM Se-Bogor


Bogortimes.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Bogor melakukan aksi unjuk rasa di Jalan Pajajaran, Kota Bogor, pada Selasa (11/6/13) Aksi ini sempat terjadi saling dorong antara mahasiswa dengan petugas saat mereka memaksa mendekati pintu Istana Bogor. Setelah usaha mereka gagal, akhirnya para mahasiswa melakukan orasinya di tengah jalan. Koordinator aksi, Firman mengatakan, para mahasiswa menolak kenaikan harga BBM, karena akan membebani masyarakat kecil. Selain itu kebijakan tersebut tidak akan memberikan dampak positif yang berarti bagi ketahanan energi nasional. Menurutnya, ada tiga sikap dari para mahasiswa, diantaranya menolak kebijakan instan dengan menaikan harga BBM, menuntut pemerintah memperbaiki kebijakan pengelolaan energi dan penyediaan energi alternatif dan menuntut pemerintah untuk mengembangkan kebijakan transportasi publik secara menyeluruh. Setelah puas berorasi, para mahasiswa membubarkan diri dan mengancam akan kembali melakukan aksinya.
 
;